Kamis, 17 Agustus 2006

Sega Thiwul

Dhek biyene sega thiwul lawuhe gudangan
Ning saiki ya mas, golek thiwul rasa kangelan
Dhek biyen lemah gundhul wewatuan
Ning saiki ya mas, ijo kebak tetanduran

Dahulu nasi thiwul berlauk gudangan
Tapi sekarang Mas,cari thiwul bukan barang gampang
Dahulu tanah gundul penuh bebatuan
Tapi sekarang Mas, Hijau penuh tanaman


Jangan kau khawatir apa yang kau minum dan apa yang kau makan
Sepiring thiwul ini juga rezeki Tuhan
Makanlah, maka kau akan kenyang dengan kesederhanaan
"Dan kau akan puas bagaikan bunga-bunga Nabi sulaiman


Tuhan , dalam mewartakan diri-Mu

Tak jarang aku lelah

tapi tiap kali aku menyerah

sepiring thiwul itu datang menggugah aku

Untuk membisikkan lagi sabda-sabda Mu

Rabu, 16 Agustus 2006

L i r i l i r

Lir ilir, lir ilir,
telah tumbuh tanamanmu,
hijau-hijau semilir,
sudah datang pengantin baru,
Anak-anak gembala,
memanjat pohon belimbing
licin berlingir-lingir
berlengkai ramping di gunungnya
berceruk relung di jurangnya
Turun naik anak-anak gembala
di pohon belimbing
lima berlingir
Panjat-panjatlah belimbing itu
jangan kau takuti licin pinggirnya
belimbing muda lima lingirnya
mencuci putih noda sarungnya
lir ilir lir ilir
sarungmu robek semilir
jahitkanlah pada bulan berjarum lima
lima linggir buah belimbing
airnya mencuci lima inderamu
dadamu tertusuk jarum-jarum bulan

busanamu berlubang senja

lihatlah , sedang bundar bulannya
sedang luas kalangannya
jangan kau lupa anak-anak gembala
bersorak bersama bulan purnama
bersorak bersama bulan purnama

BISIKAN DAUN-DAUN SABDA

Malam tenggelam tanpa kata Telah tidur daun mudanya
Layu termakan rindu Menanti pagi yang semu
Malam diam tanpa pesona
Masih terjaga daun tuanya
Kering, bergemerisik tertiup angin
Menyanyi gembira dalam dingin
Tiada kata berbulan mesra
Hanya suara daun-daun tua
Gemersik berbisik-bisik
Merdu dengan keheningan langit
Mas,bukankah kau dulu bilang
Biarlah tetap manis kita punya angan-angan
Kendati pahit apa yang kita hadapi sekarang
Hidup kita akan berjalan perlahan-lahan
Suara itu menggugah aku
Dan jatuhlah daun-daun tua itu
Menyanyikan bisikan sabda-Nya
Tegakah kau mendiamkan cintaku pada dunia ?

Tuhan dalam Bonek

Dari Jakarta kereta datang
Peluitnya tajam mengigit langit
semua orang berteriak:
Hidup di Surabaya,Hidup di Surabaya
aku terkejut.
Manusia membanjir jadi lautan hijau
hijau di depanku, hijau di belakangku
hijau di mana-mana
"hijau,aku cinta padamu hijau"
Anak-anak pengamen menyanyi
gitarnya memetik sepi:
"Apa gunanya kamu bertanya
siapa kamu sebenarnya
bukankah kamu hanyalah hijau seperti kami para bonek-bonek ini?"

Aku tersentak dari kesepianku
menari dalam lautan hijau
Memang hanya boneklah aku, ya Tuhan
aku tak punya apa-apa.
Kuikuti kau Tuhan.

b u k a n k a r e n a a k u b i s a
b u k a n k a r e n a a k u s u ci
b u k a n k a r e n a a k u p a n t a s
b u k a n k a r e n a a k u b i j a k.
h a n y a b o n e k l a h a k u.

Kuikuti Kau hanya karena hidungku
lapar akan harum wewangi-Mu
di jalan ketika tiada yang dapat kumakan
kecuali daun-daun kegersangan.

Tuhan, seandainya aku bukan bonek
takkan sampai aku di hari pesta ini
saat Kau hembusi aku dengan roh-Mu
dan Kau urapi aku dengan minya wangi-Mu
Harum bauku hari ini
menari-nari dalam pesta para bonek
Pengamen-pengamen menyanyi bersamaku

Senin, 14 Agustus 2006

bodohnya aku

hai diri sendiri !...
kali ini tak akan lagi ku mengasihanimu..
cari jalan mu sendiri...!
berapa kali kau mengulangi..kesalahan 2 mu itu..?
buka matamu...
kau ini bodoh !!.
kau ini brengsek !!
kau ini bedebah !!
kau ini ..fuck..!
diri sendiri...
kini kau tau rasa...
tak akan ada yng bisa menolongmu..
karena semua orang telah sibuk dengan urusannya
sendiri sendiri---
kini kau urus dirimu sendiri !!

jika kau tak seperti aku Niscaya lebih bahagia hidupmu

Alangkah pahitnya hidup ini ,bagi orang yang tak mau...tak bisa..gagal ..ME-MANAGE diri sendiri ."KAYA' SAYA"

Kamis, 10 Agustus 2006

Masih ingat pepatah "gemah ripah loh jinawi

Masih ingat pepatah "gemah ripah loh jinawi"? Terjemahan bebas dari pepatah ini adalah "negara yang subur, makmur dan sejahtera". Banyak orang yang mengatakan Indonesia adalah negara yang gemah ripah loh jinawi; lautannya berbentuk kolam susu, sementara tongkat, kayu dan batu adalah tanamannya. Hmm, mari kita tengok faktanya
Naiknya harga minyak secara sangat signifikan (oil booming) pada dekade tahun 1970-an, telah membuat Indonesia seperti tertimpa durian runtuh. Dana dari hasil penjualan minyak bumi telah mengantar negeri ini dalam pembangunan ekonomi. Keuntungan dari ekspor minyak berlipat ganda, sehingga, beberapa tahun setelah oil booming ini, pemerintah Orde Baru memutuskan untuk memberikan subsidi energi. Langkah pemberian subsidi ini, pada saat itu, dianggap sebagai langkah tepat yang mampu menarik investor asing turut serta membangun Indonesia. Alhasil, hingga pertengahan 1990-an, pesatnya pembangunan di Indonesia telah membuat negeri ini menjadi salah satu kandidat 'Macan Asia', bersama dengan Thailand dan Malaysia.
Namun, kejayaan Indonesia dari hasil minyak bumi ini tampaknya akan segera menjadi kenangan. Sumur-sumur minyak Indonesia kini sudah semakin mengering, karena ekstraksi (pengeboran) minyak bumi tidak dibarengi oleh eksplorasi (pencarian sumber –bahan bakar—baru) [eksplorasi adalah pencarian ladang minyak bumi baru, bukan?]. Jika pada dekade 1970-an kapasitas produksi minyak mentah Indonesia masih berada di kisaran angka 1,3 juta barel pertahun, pada tahun 2000-an sudah jauh menurun hingga 500 juta barel pertahun. Andaikan saja kapasitas produksi Indonesia akan tetap sebesar 0,5 milyar barrel per tahun, maka cadangan minyak negeri ini yang tinggal kurang dari 5 milyar barrel akan habis dalam jangka waktu 10 tahun. Dengan asumsi tidak ada investasi baru di bidang eksplorasi minyak bumi, diperkirakan tidak lebih dari satu dekade lagi kebutuhan minyak dalam negeri Indonesia harus seluruhnya dipenuhi lewat impor. Maka, inilah kira-kira yang akan terjadi: Impor minyak bumi Indonesia diperkirakan mencapai 441 juta barrel pada tahun 2020. Dengan asumsi harga minyak mentah sebesar US$40 per barrel saja, Indonesia akan mengeluarkan biaya impor sebesar US$18 milyar di tahun 2020— setara dengan lebih dari 3 kali subsidi energi tahun 2005 yang besarnya US$5,7 milyar , atau sekitar 18 kali biaya impor minyak yang dikeluarkan pada tahun 1998 yang besarnya sekitar US$1 milyar.
Fakta ini tidak bisa kita ubah. Hanya ada tiga jalan keluarnya, mencari ladang minyak baru, mengembangkan sumber energi terbarukan seperti sinar matahari dan panas bumi, serta menggunakan energi dengan efisien.
Kenyataan bahwa sektor energi merupakan penggerak roda pembangunan ekonomi tidaklah dapat kita pungkiri. Namun ketika cadangan minyak bumi makin menipis maka energi berpotensi menjadi penghambat pembangunan. Bagaimana ini bisa terjadi? Mari kita tengok ke belakang.
+++++++++